Syafii tidak hanya dikenal sebagai seorang cendekiawan, guru bangsa dengan kepribadian yang humanis, tetapi juga dikenal sebagai seorang sejarawan yang kritis. Di negara ini, sosok seperti Buya Syafii masih sangat jarang jumlahnya. Mujahid dalam makna umum adalah sang pejuang. Pemikiran-pemikirannya tentang isu-isu keislaman, keindonesiaan, dan kemanusiaan, telah membuka pintu gerbang cakrawala keilmuan bagi para penerus bangsa. Kepiawaian Buya dapat dilihat dalam bagaimana mengolah isu-isu keislaman dan kemodernan dengan sangat apik dan bisa mengaitkan keahliannya dengan berbagai disiplin keilmuan mutakhir. Ia mampu mempertemukan visi teosentris yang terselubung di balik ritual-formal seluruh agama. Sehingga kajian keislaman tidak lagi terbatas pada persoalan normatif keagamaan, tetapi juga pemikiran yang mengaitkan ajaran Islam dengan berbagai persoalan sosial kontemporer, misalnya soal egalitarianisme kemanusiaan. Buya Syafii yang kita kenal sekarang bukanlah manusia yang datang tiba-tiba dari ruang kosong. Ia adalah sosok manusia yang tumbuh dari dentuman demi dentuman zaman-menempuh jalan bergelombang, naik turun di sana-sini. Dan, Buya-seperti yang kita saksikan sekarang tetap berdiri kokoh laksana karang di lautan. Buku Bulir-Bulir Refleksi Seorang Mujahid yang kini berada di tangan pembaca ini merupakan kumpulan tulisan Buya Syafii di Harian Kompas. Penerbitan buku ini tentu menjadi rekam jejak pemikiran kritis Buya, terutama mengenai isu-isu keumatan, kemanusiaan, sosial-politik, dan kebhinekaan.