Country | |
Publisher | |
ISBN | 9786232616691 |
Format | PaperBack |
Language | Bahasa |
Year of Publication | 2023 |
Bib. Info | viii, 104p. ; 23cm. |
Categories | Politics/Current Affairs |
Product Weight | 200 gms. |
Shipping Charges(USD) |
Modul ini memberikan khazanah keilmuan dan bahan literasi positif bagi para pembacanya. Setidaknya, terdapat kerangka alternatif terhadap upaya melerai isu Politik Identitas. Terutama, beberapa hal yang dikhawatirkan membahayakan stabilitias politik, hukum dan keamananan. Sebab, ada beberapa jenis ‘politik identitas’yang ‘Dangerous’ tersebut perlu diwaspadai. Narasi negatif yang muncul akan mengakibatkan konsekuensi logis di kemudian hari. Maka, narasi negatif yang berkaitan dengan politik identitas perlu untuk diblokade dengan narasi positif yang mengusung tema kebangsaan. Tema kebangsaan sebagai jalan tengah (washatiyah) yang memberikan perspektif lain dari jalan berpolitik di Indonesia. Sebab, keberagaman (diversity in all) adalah realitas Indonesia sebagai sebuah bangsa. Tak terbanyangkan, tatkala kelompok minoritas tidak dapat berbuat banyak untuk menunjukkan hak dan kebebasannya dalam berpolitik, dan kelompok mayoritas terus mengukuhkan eksistensinya dengan ‘menjual’ identitasnya. Maka, modul ini menawarkan solusi preventif, yakni program kerja dan visi-misi kontestan politik adalah yang tawasuth (tengah-tengah). Kedua hal itu, program kerja, dan visi-misi adalah satu perangkat komoditas politik yang harus terus-menerus didengungkan dan dikampanyekan di masyarakat. Melalui modul ini, kontestan politik berikut para konsultannya, tim sukses dan pengembira/pendukungnya menghindari politik identitas yang ‘menjual’ hal-hal terkait SARA (Suku, Agama, Ras). Pada tataran tingkat nasional, tidak lagi menjaul dimensi Islam’ sebagai jualan kampanye. Pada tataran politik daerah Provinsi Bengkulu, tidak lagi menjual ‘Putra Daerah’dan unsur agama’sebagai jualan utamanya. Sebab, di daerah maju, megapolitan, seperti Daerah Khusus Istimewa (DKI) Jakarta, sudah tiga periode dipimpin oleh putra daerah lain, sebab putra daerah lain justru ‘dianggap’dapat menjawab tantangan dan mengurai persoalan pelik di Ibukota.